Aku membalas suratmu ini dalam kondisi yang sangat lelah juga. Rupanya kita berdua sedang sama-sama lelah. Kupikir, kata-kata pada bagian akhir suratmu itu kamu ucapkan tanpa berpikir panjang. Aku yakin emosi sedang menderamu.
Aku langsung menulis balasan ini ketika membaca suratmu. Kata-katamu menusukku sampai tanpa sadar air mataku menetes. Perih.
Aku tidak akan membahas soal kamu yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar sekian hari kemarin. Padahal kamu berjanji untuk datang mengunjungiku. Aku menghubungimu tapi tak ada balasan apapun. Iya. Aku sangat kecewa.
Kupikir masalah kita masing-masing sudah cukup banyak tanpa ditambah dengan pertengkaran kita berdua. Komunikasi kita berdua sudah semakin memburuk beberapa minggu ini. Aku tahu kalau kita juga semakin frustrasi dengan jarak di antara kita. Pasangan yang bertemu setiap hari saja belum tentu memiliki masalah komunikasi yang baik, apalagi kita yang terpaut ratusan kilometer?
Dengan begitu banyak perbedaan di antara kita. Dengan langkah kaki yang sudah sejauh ini. Ini sudah bukan masalah pantas atau tidak. Di luar segala kepantasan yang kamu pikirkan, apakah kamu masih ingin memperjuangkan kita?
Kalau kamu tanyakan padaku?
Aku tidak peduli.
Aku. Ingin. Kamu!
Aku. Ingin. Kita!
Aku. Ingin. Kamu!
Aku. Ingin. Kita!
With love,
Ay
Ay
Sent from My MetalDevice
No comments:
Post a Comment